PKB Tantang PDIP Gugat ke MK Soal Kenaikan PPN 12 Persen

JAKARTA, RADARSULBAR NEWS – Wakil Ketua Umum PKB Faisol Riza menantang PDI Perjuangan untuk ikut masyarakat sipil mengajukan gugatan judicial review (JR) atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait polemik kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen. Sebab, kenaikan PPN 12 persen merupakan amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Masyarakat sebaiknya menguji melalui Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. PDIP kan ikut menyetujui saat pengesahan, silakan teman-teman PDIP berargumentasi kembali dalam sidang JR di MK, kenapa dulu menyetujui lalu sekarang menolak,” kata Balik lagi gua bilang. Betul, betul, betul-betul,” kata Faisol Riza kepada wartawan, Senin (23/12).

Faisol Riza menyarankan agar pemerintah diberi kesempatan untuk menjalankan Undang-Undang. Hal ini demi menjaga kebijakan fiskal nasional dan keberlangsungan berbagai jenis subsidi rakyat.

BACA JUGA:  545 Daerah Gelar Pilkada, 313 Berujung Sengketa di MK

“Berilah kesempatan pemerintah untuk menjalankannya. Toh, kalau pajak kembalinya juga tetap kepada rakyat melalui belanja pemerintah seperti bansos atau subsidi listrik, elpiji dan BBM. Masa PDIP sekarang lebih setuju pencabutan subsidi untuk rakyat?” ucap Riza.

Di sisi lain, Riza juga menyampaikan perlunya pengawasan terhadap pelaksanaan PPN 12 persen. Hal ini guna mencegah terjadinya penyalahgunaan.

“Kita awasi pelaksanaannya agar tidak disalahgunakan atau terjadi kebocoran. Setelah itu kita evaluasi bersama pelaksanaannya,” tegas Riza.

Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus sebelumnya angkat bicara terkait polemik penolakan partainya atas kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Ia menegaskan kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025, bukan atas dasar inisiatif fraksi PDIP.

BACA JUGA:  HUT Ke-18, Partai Hanura Konsisten Usung Peningkatan Kesejahteraan Daerah

Deddy menegaskan, pembahasan UU HPP sebelumnya diusulkan oleh Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada periode lalu. Sementara, PDIP sebagai fraksi yang terlibat dalam pembahasan, ditunjuk sebagai Ketua Panitia Kerja (Panja).

“Jadi salah alamat kalau dibilang inisiatornya PDI Perjuangan, karena yang mengusulkan kenaikan itu adalah pemerintah (era Presiden Jokowi) dan melalui kementerian keuangan,” ucap Deddy di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (22/12).

Deddy menjelaskan, pada saat itu UU HPP disetujui dengan asumsi bahwa kondisi ekonomi bangsa Indonesia dan kondisi global dalam kondisi yang baik-baik saja.

Namun, seiring berjalannya waktu, ada sejumlah kondisi yang membuat banyak pihak, termasuk PDIP meminta untuk dikaji ulang penerapan kenaikan PPN menjadi 12 persen.

BACA JUGA:  Kenaikan PPN 12 Persen, Marwan Cik Asan Mendukung karena Ada Perlindungan bagi Masyarakat Bawah

Kondisi tersebut diantaranya seperti daya beli masyarakat yang terpuruk, badai PHK di sejumlah daerah, hingga nilai tukar rupiah terhadap dollar yang saat ini terus naik.

“Jadi sama sekali bukan menyalahkan pemerintahan Pak Prabowo, bukan, karena memang itu sudah given dari kesepakatan periode sebelumnya,” ujarnya.

Oleh karena itu, Deddy menyatakan bahwa sikap fraksinya terhadap kenaikan PPN 12 persen hanya meminta pemerintah untuk mengkaji ulang dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat saat ini. Permintaan itu, bukan berarti fraksi PDIP menolaknya.

“Kita minta mengkaji ulang apakah tahun depan itu sudah pantas kita berlakukan pada saat kondisi ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja. Kita minta itu mengkaji,” pungkasnya. (jpg)

Komentar